Sejarah dan Asal Usul Nagari Pangian
Nagari Pangian terdiri dari enam jorong, dengan Jorong Lubuak Batang sebagai yang tertua. Konon, nenek moyang pertama kali mendiami kawasan gua dan membangun perkampungan di sana. Salah satu kisah penting adalah pertempuran melawan kelompok Inyiek Hindu yang dikalahkan melalui banjir bandang berkat doa Raja Pagaruyung. Kisah ini melahirkan toponimi seperti Batu Tembak dan Batu Inyiek Hindu.
Asal-usul nama "Pangian" memiliki beberapa versi:
a. Dari kata Pengunian (tempat tinggal di gua),
b. Dari kata Panangian (peristiwa tangisan bersama dalam gua),
c. Dari kata Peranginan (tempat singgah raja).
Kisah lainnya menjelaskan nenek moyang berasal dari Pariangan dan Pagaruyung, lalu bermigrasi dan menetap di daerah yang kini dikenal sebagai Mukomuko dan Batu Tembok. Nagari Pangian terdiri dari enam jorong, dengan Jorong Lubuak Batang sebagai yang tertua.
Tradisi, Adat, dan Kepercayaan
Adat Nagari Pangian dipengaruhi oleh sistem Koto Piliang, yang tercermin dalam sistem pemerintahan dan nilai sosial. Buku “Adat Kelarasan Koto Piliang” memuat banyak folklor penting, termasuk kepercayaan terhadap kekuatan supranatural sebelum datangnya Islam.
Tradisi mandi dan mencacang telinga anak perempuan di Ngalau Cacang merupakan ritual adat yang menunjukkan nilai sosial dan spiritual masyarakat. Tempat tersebut dianggap suci dan sakral. Masyarakat Pangian juga meyakini keberadaan roh leluhur yang mendiami tempat keramat. Tradisi penghormatan terhadap leluhur masih dilakukan dengan memberikan sesaji atau makanan di tempat-tempat tertentu.
Integrasi Adat dan Agama
Sebelum Islam masuk, masyarakat menganut animisme dan mempercayai kekuatan gaib. Masuknya Islam diterima secara mudah karena adanya kesamaan keyakinan. Kesepakatan penting antara adat dan agama dirumuskan dalam semboyan:
“Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”
“Syarak Mangato, Adat Mamakai”
Hal ini mengukuhkan bahwa adat Minangkabau dan syariat Islam berjalan beriringan.
Kisah Legendaris Tiga Nenek
Salah satu legenda besar di Nagari Pangian adalah kisah “Tiga Nenek” sakti yang menjadi tokoh pemersatu berbagai suku kecil yang sebelumnya terpecah. Mereka menyatukan masyarakat, mengajarkan nilai hidup, dan membangun pondasi sosial Nagari Pangian. Setelah keberhasilan mereka, Tiga Nenek menghilang secara misterius, namun jejak nilai-nilai persatuan, kepemimpinan perempuan, dan harmoni sosial tetap lestari dalam kehidupan masyarakat.
Nilai Budaya dan Kearifan Lokal
Pangian dikenal dengan julukan "Pangian nan Elok Baso", menggambarkan sifat ramah, terbuka, dan berbudaya masyarakatnya. Ungkapan-ungkapan adat yang hidup dalam masyarakat memuat nilai kesederhanaan, kerja keras, dan kebersamaan. Rangkaian cerita rakyat dan tradisi lokal menjadi media transmisi nilai-nilai tersebut dari generasi ke generasi, sekaligus membentuk identitas budaya yang kuat dalam struktur adat Koto Piliang di Nagari Pangian.
Depi Peringki.SKM.M.KM
19 November 2024 06:57:23
Good joob pak wali..lanjutkan pembangunan buat masyarakat.rangkul semua unsur yang ada.bersama kita bisa...